Thursday, April 19, 2012

Ammatoa sang pemimpin Tana toa

Dalam konteks sistem politik, komunitas adat Kajang di Tana Toa dipimpin oleh seorangdisebut Ammatoa dan mereka sangat patuh padanya. Kalau Tana Toa berarti tanah yang tertua,maka Ammatoa berarti bapak atau pemimpin tertua. Ammatoa memegang tampuk kepemimpinandi Tana Toa sepanjang hidupnya terhitung sejak dia dinobatkan. Sebabnya proses pemilihanAmmatoa tidak gampang. Adalah sesuatu yang tabu di Tana Toa bila seseorang bercita-cita jadiAmmatoa . Pasalnya, Ammatoa bukan dipilih oleh rakyat, tetapi seseorang yang diyakini mendapatberkah dari Tu Rie’A’ ra’na.Selain sebagai pemimpin adat, Ammatoa bertugas sebagai penegak hukum sebagaimanadipesankan dalam pasang ri Kajang . Komunitas adat Kajang menerapkan ketentuan-ketentuan adatdalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam pemanfaatan hutan. Ketentuan adat yang diberlakukandi wilayah adat Ammatoa Kajang diberlakukan kepada seluruh komponen komunitas, tanpa kecuali.Ketentuan ini berlandaskan pesan leluhur yang disampaikan secara turun-temurun. Ketentuan adatini dipandang sebagai sesuatu yang baku (lebba) yang diterapkan kepada setiap orang yang telah melakukan pelanggaran. Dalam hal ini diberlakukan sikap tegas (gattang), dalam arti konsekuendengan aturan dan pelaksanaannya tanpa ada dispensasi, sebagaimana disebutkan dalam pasangyang berbunyi: ”Anre nakulle nipinra-pinra punna anu lebba”  Artinya : Jika sudah menjadi ketentuan, tidak bisa diubah lagi.
Menurut mitologi orang Kajang, ketika manusia belum banyak menghuni bumi, sebutanAmmatoa belum dikenal. Yang ada ialah Sanro atau Sanro Lohe (dukun yang sakti). Sanro Lohe bukanhanya sekadar sebagai dukun yang dapat mengobati penyakit, melainkan juga tokoh pimpinan dalamupacara ritual keagamaan sekaligus sebagai pemimpin kelompok. Selepas manusia kian ramai dan kebutuhan semakin berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, istilah Amma mulai dikenal.Struktur organisasi pun dibentuk dengan pembagian tugas dan fungsi masing-masing.Pembagian kekuasaan ini termaktub dalam pasang ri Kajang : Amma mana’ ada’ (Amma melahirkan adat) dan Amma mana’ karaeng (Amma melahirkan pemerintahan).
Ammatoa didampingi dua orang Anrong (ibu) masing-masing Anrongta ri Pangi dan Anrongta ri Bongkina dan para pemangku adat. Anrongta ri Pangi bertugas melantik Ammatoa . Selain itu, dalam sistem politik tradisional yang berlaku di Kajang, Ammatoa juga dibantu oleh yang disebut sebagai Ada’ LimaKaraeng Tallu . Ada’ Lima (ri Loheya dan ri Kaseseya) adalah pembantu Ammatoa yang khusus bertugas mengurusi adat ( ada’ pallabakki cidong ). Di antaranya, mereka bergelar Galla Puto yangbertugas sebagai juru bicara Ammatoa , dan Galla Lombo’ yang bertugas untuk urusan pemerintahan luar dan dalam kawasan (selalu dijabat oleh Kepala Desa Tana Toa). Selain itu ada Galla Kajang yangmengurusi masalah ritual keagamaan, Galla Pantama untuk urusan pertanian, dan Galla Meleleng untuk urusan perikanan.
 Setiap pemangku adat mempunyai tugas dan kewenangan berbeda-beda.Sementara Karaeng Tallu bertugas membantu dalam bidang penyelenggaraan pemerintahan ( ada’tanayya ). Karaeng Tallu merupakan tri tunggal dalam pemerintahan, dan dikenal dengan tallukaraeng mingka se’reji. Yang berarti bahwa apabila salah satu di antaranya telah hadir dalamupacara adat, maka Karaeng Tallu sudah dianggap hadir. Dalam perkembangannya, kendatiAmmatoa adalah orang tertinggi dalam struktur pemerintahan Tana Toa, keberadaan pemerintah diluar kawasan adat tetap diakui. Bahkan karena dianggap lebih berpendidikan, pemerintah di luarTana Toa juga sangat dihormati. Pemerintah dalam hal ini adalah camat, bupati, dan seterusnya.Bukti penghormatan ini terlihat dalam upacara adat atau sebuah pertemuan di mana pejaba tpemerintah mendapat kappara dengan jumlah piring lebih banyak dari Ammatoa . Kappara adalah baki yang berisi sejumlah piring dengan beragam makanan. Dengan kappara ini pula kedudukanseseorang akan terlihat karena semakin besar sebuah kappara atau makin banyak piringnya, maka makin tinggi kedudukannya.
Bila seorang Ammatoa meninggal ( a’linrung ), majelis adat menunjukpejabat sementara yang memiliki kualitas yang tidak jauh berbeda dengan Ammatoa . Jabatansementara dijabat selama tiga tahun. Selepas masa tersebut, tepat pada malam bulan purnama( bangngi kentarang ) dilaksanakan appa’runtu pa’nganro , yaitu upacara ritual anyuru’ borong ,memohon petunjuk Tu Rie’ A’ra’na untuk memilih Ammatoa yang baru. Para calon Ammatoa inibiasanya harus tahu betul adat istiadat di Tana Toa. Selain itu mereka harus bisa menjelaskan asal-usul manusia secara rinci di Tana Toa sejak yang pertama. Ini tentu saja bukan hal mudah dilakukandan diyakini masyarakat memang hanya orang tertentu yang bisa melakukannya. Pasalnya, di TanaToa, tabu membicarakan asal-usul manusia bahkan tentang keturunan seseorang. Dikisahkan PakSekdes Tana Toa, setiap kali penobatan Ammatoa dilakukan, seekor ayam jantan dilepas. Kalau sudah tiba saatnya, atau sudah tiga tahun, para calon dikumpulkan dan ayam yang sudah dilepas saat penobatan terdahulu, didatangkan lagi. Di mana ayam itu bertengger maka, dialah yang jadi Ammatoa . Biasanya setelah ayam bertengger wajah orang tersebut langsung berubah-ubah dan sangat bercahaya. Setelah itu ayamnya langsung mati.
.Setiap pelanggaran yang dilakukan dalam kawasan adat Tana Toa akan mendapatkan sanksi berupa hukum adat. Ada beberapa hukum adat, mulai dari hukuman paling ringan sampai palingberat. Hukuman paling ringan atau disebut juga cappa babala adalah keharusan menbayar dendasebesar 12 “real” ditambah satu ekor kerbau. Satu tingkat diatasnya adalah tangga babala dengandenda 33 “real” ditambah satu ekor kerbau, denda paling tinggi adalah poko babala yangdiharuskan membayar 44 “real” ditambah dengan seekor kerbau. “real” yang digunakan dalam hal iniadalah nilainya saja, karena uang yang digunakan adalah “uang benggol” yang saat ini sudah sangat jarang ditemukan.Ada dua bentuk hukuman lain di atas hukuman denda yaitu:
1.    tunu panroli dan tunu Passau
2.    Tunu panroli
biasanya dilakukan bagi kasus pencurian bertujuan untuk mencari palakunya. Caranyaseluruh masyarakat harus memegang linggis yang membara setelah dibakar. Jika tersangka lari dari hukuman dengan meninggalkan kawasan adat Tana Toa, maka pemangku adat akan menggunakan tunu Passau Caranya Ammatoa akan membakar kemenyan dan membaca mantra yang dikirimkanke pelaku agar jatuh sakit atau meninggal secara tidak wajar.
Adanya hukum adat dan pemimpinyang sangat tegas dalam menegakkan hukum membuat masyarakat kawasan adat Tana Toa sangat tertib dan mematuhi segala peraturan dan hukum adat.Sejak dipilih sebagai pemimpin adat, Ammatoa memang harus memperlihatkan simbol-simbol kesederhanaan itu. Ia harus tinggalkan pernik-pernik kehidupan mewah dan modern, danmemberi teladan kepada warganya; bagaimana seharusnya pemimpin bersikap dan berprilaku disetiap bidang kehidupan.
Dan hal inilah yang seharusnya yang di aplikasikan atau di contoh oleh para pemimpin bangsa ini sehingga indonesia dapat bangkit menjadi negara yang kuat serta bermartabat…

0 comments:

Post a Comment