Perkembangan kemusyrikan atau syirik kepada Tuhan Yang Esa, tidak bisa dilepaskan dari perkembangan keyakinan di masyarakat. Para sosiolog mengajukan berbagai macam pandangan seputar perkembangan keyakinan-keyakinan syirik di masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan silih-berganti. Tetapi, pandangan dan penafsiran itu tidak berdasarkan dalil yang kokoh dan akurat.
Sehubungan dengan hal itu, pertanyaan yang layak dilontarkan adalah: Bagaimanakah, dan kapankan kecendrungan masyarakat kepada kemusyrikan itu mulai timbul? Atau: faktor apakah yang menjadi sebab utama terjadinya kemusyrikan dan meyakini banyak Tuhan tersebut? Ada kemungkinan, bahwa faktor pertama kecenderungan syirik dan keyakinan pada banyak Tuhan, adalah tatkala seseorang melihat banyak dan beragamnya realitas-realitas di langit dan di bumi. Mulai dari situlah mereka berkeyakinan, bahwa setiap bagian realitas itu tunduk di bawah pengaturan Tuhan tertentu. Misalnya matahari memiliki Tuhan tertentu yang mengaturnya. Rembulan tunduk dibawah pengaturan Tuhan yang lainnya. Dan begitulah seterusnya bagi benda-benda dan realitas-realitas lainnya, baik yang berada di bumi maupun yang di langit. Masing-masing memiliki Tuhan tertentu yang mengawasi dan mengaturnya. Bahkan, sebagian dari mereka percaya, bahwa seluruh kebaikan itu bersumber dari Tuhan kebaikan. Sementara seluruh keburukan berasal dari Tuhan keburukan. Berangkat dari sinilah, mereka yakin bahwa alam semesta ini memiliki dua sumber wujud dan pencipta; Pencipta kebaikan dan Pencipta keburukan
Demikian pula pengamatan mereka terhadap pengaruh sinar matahari, bulan dan bintang-bintang terhadap realitas bumi. sehingga -dari satu sisi-mereka memandang bahwa benda-benda tersebut memiliki suatu bentuk pengaturan terhadap apa yang ada di bumi. Dari sisi lain, bahwa kecendrungan manusia untuk menyembah sembahan yang dapat diindera, mendorong mereka untuk membuat berbagai lambang dan simbol bagi Tuhan-Tuhan yang mereka anggap layak untuk mereka sembah. Lambang-lambang itu, lambat laun, mendarah daging dan terukir di hati orang-orang yang pikirannya lemah. Selanjutnya setiap bangsa, bahkan suku, membuat ritual keagamaan tertentu -sesuai dengan anggapan mereka masing-masing- yang bertujuan untuk menyembah lambang tersebut. Dengan cara itulah mereka dapat memenuhi desakan fitrah -untuk menyembah Tuhan Pencipta- dari dalam diri mereka.
Lebih dari itu, mereka pun berusaha memenuhi tuntutan-tuntutan hewani dan hawa nafsunya dalam bentuk kesucian agama. Dan sebagian dari ritual-ritual keagamaan tersebut, masih berlanjut hingga sekarang, yang disertai dengan berbagai macam tarian, nyanyian, minum khamar, hubungan seks dan perilaku hewani lainnya, yang semua itu mewarnai suasana ritual keagamaan para penyembah lambang tersebut. Di negara kita Indonesia misalnya, fenomena semacam itu masih dapat kita saksikan, atau paling tidak kita dengar, di daerah-daerah pedalaman Kalimantan atau Sumatera dan di tempat-tempat lainnya.
Di samping itu semua, adanya tujuan para penguasa zalim, congkak dan tamak, yang sengaja ingin memanfaatkan keyakinan dan pemikiran masyarakat awam demi memenuhi ambisi busuk mereka, mengokohkan dan memperluas daerah kekuasaan mereka. Untuk tujuan itulah mereka menebarkan keyakinan-keyakinan syirik, menurunkan pengaturan alam di bawah kuasa mereka, dan menjadikan raja-raja yang zalim sebagai sembahan dan bagian dari upacara keagamaan. Kenyataan ini tampak begitu jelas pada raja-raja dan sultan-sultan di Cina, India, Iran, Mesir dan negeri-negeri yang lain.
Dengan demikian, dari uraian singkat di atas, dapat dipahami bahwa keyakinan-keyakinan dan dasar-dasar syirik itu telah tumbuh dan berkembang di tengah umat manusia karena faktor yang beragam. Lalu, keyakinan-keyakinan itu tersebar luas, sehingga menjadi kendala bagi proses kesempurnaan hakiki umat manusia, yaitu proses yang hanya dapat dicapai melalui ajaran Ilahi dan Tauhid. Oleh karena itu, para nabi dan utusan Tuhan, mengerahkan sebagian besar tenaganya untuk memberantas syirik.
Pada dasarnya, keyakinan-keyakinan dan dasar-dasar syirik itu, bertumpu pada kepercayaan adanya pengatur alam selain Tuhan Yang Esa. Di samping itu, banyak kaum musyrik yang percaya, bahwa pencipta alam semesta adalah satu. Buktinya adalah bahwa mereka mempercayai konsep Tauhid dalam penciptaan. Tetapi pada saat yang sama, mereka pun meyakini adanya Tuhan-Tuhan sebagai pengatur alam secara mandiri. Dan mereka juga menamakan Tuhan Pencipta sebagai “Tuhan di atas Tuhan-Tuhan pengatur”.
Sebagian mereka menganggap, bahwa Tuhan-Tuhan pengatur itu adalah malaikat. Musyrikin Arab percaya, bahwa Tuhan-Tuhan pengatur itu adalah putri-putri Allah. Sebagian lainnya percaya, bahwa mereka itu adalah jin. Di antara mereka ada pula yang percaya, bahwa mereka itu adalah ruh bintang-bintang, atau ruh orang-orang terdahulu, atau bentuk-bentuk maujud yang abstrak.
Sebagaimana pernah kami singgung, bahwa sebenarnya terdapat kaitan yang erat antara penciptaan (Khaliqiyah) dengan pengaturan (Rububiyah) yang hakiki. Sehingga keimanan pada penciptaan dan pengaturan itu tidak dapat dipisahkan sama sekali. Dan keimanan kepada Allah sebagai pencipta alam raya ini, tidak sejalan dengan kepercayaan kepada selain Allah sebagai pengaturnya. Mereka yang memiliki keyakinan adanya dua Tuhan; Tuhan Pencipta dan Tuhan Pengatur, sesungguhnya belum menyadari adanya kontradiksi di dalamnya. Untuk menyanggah keyakinan mereka, cukuplah dengan mengangkat poin kontradiksi tersebut.
Sebenarnya banyak sekali dalil-dalil atas Tauhid kepada Allah yang telah dipaparkan di berbagai kitab Teologi dan Filsafat. Di sini, kami hanya akan membawakan satu dalil saja, yang secara langsung menunjukkan Tauhid dalam pengaturan, sekaligus menyanggah keyakinan-keyakinan kaum musyrik.
Thursday, November 1, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment