Begitulah ungkapan hati seorang gadis cantik
yang bernama Nirma, seorang mahasiswi dari salah satu universitas negeri di
kota Makassar. Semenjak menyelesaikan pendidikannya di salah satu sekolah
menengah di kota Palopo dan memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di salah
satu universitas yang jauh dari orang tua, saudara-saudara, dan sahabat-sahabatnya.
Untuk sejenak hal itu membuatnya sedih, Namun yang paling membuatnya lebih
sedih adalah ketika dia tahu Muhammad
Akbar, seseorang yang telah menjalin hubungan yang lebih dari sekedar sahabat
dengannya selama dua tahun memutuskan untuk memilih salah satu universitas
negeri di kota Palu.
Nirma justru berharap
Akbar bisa melanjutkan pendidikannya di kampus yang sama dengannya agar selalu ada yang menjaganya. Tapi ternyata realita
tidak sejalan pada keinginannya. Ia terima, dan Ia rela demi masa depan
hubungan mereka mengapa tidak LDR saja, pikirnya.
Dalam kegalauan yang
bersemayam dihatinya. Nirma tidak begitu kuatir dengan LDR ini, karena Ia
berpikir mereka sudah ada ikatan dari keluarga mereka masing-masing, jadi tidak
usah takut kalau dia selingkuh atau bahkan meninggalkannya.
Setelah beberapa bulan
melewati kisah hidupnya sebagai salah satu mahasiswi di salah satu universitas
negeri di kota Makassar, semuanya seakan membaik. Bahkan Ia sedikit bisa
mengakrabi semua teman-temannya. Namun satu, masalah seakan-akan tidak pernah
berhenti menyelimutinya dengan Akbar. Mungkin karena jarak yang memisahkannya
begitu jauh atau karena perasaan jenuh yang mulai timbul atas kepurusannya
untuk menjalani hubungan jarak jauh.
Banyak yang senang
bergaul dengannya, katanya dia manis, ramah, cantik dan pintar pula. Jadi tidak
akan ada yang menyia-nyiakan kedekatan dengan seorang Nirma. Perlahan demi perlahan,
dan seiring perputaran waktu, Nirma juga ternyata bisa mengenal teman-temannya
dalam waktu yang terbilang singkat. Dia bisa membedakan mana teman yang menurut
dia bisa menjadi tempat curahan hatinya dan mana yang harus Ia jauhi.
“Jaga
diri kamu baik-baik di sana, jangan mudah terpengaruh dengan ajakan atau apalah
dari orang yang belum kamu kenal. Dan
ingat, jangan cepat ikut-ikutan kalau saja ada teman kamu yang mengajak kamu ke
rumahnya, kamu setidaknya berpikir, di sana tidak ada Akbar yang bisa menjagamu
seperti waktu SMA dulu dan kamu harus ingat baik-baik jangan pernah mengatakan
bahwa kamu telah mencintai orang baru nanti.”
Pesan yang selalu terngiang di gendang telinga
Nirma, sesekali terasa bagaikan busur kecil yang menancap di tepi hatinya dan
seakan-akan ingin meneteskan air yang terasa agak asin dari mata indahnya yang kemudian
jatuh ke wajah halusnya. Namun Ia tetap tegar, Ia tetap teguh pada kata hatinya
sendiri atas apa yang sudah menjadi keinginannya. Ia tahu, apa yang akan Ia
lakukan, dan Ia tahu mana yang benar atau yang salah bagi dirinya. Memang
sepatutnya Ia harus mendengarkan kata orangtuanya, namun Ia berpikir kalimat
seperti itu seakan-akan membuat dirinya tidak bisa berkembang, tidak bisa kenal
dan akrab dengan orang lain, atau bahkan mencintai orang lain meskipun itu
seharusnya tidak Ia lakukan. Nirma berusaha untuk menghibur dirinya yang setiap
hari hanya bisa galau melewati hari-harinya tanpa Akbar.
Suatu hari, ketika Nirma
sedang duduk di bawah sebuah pohon di sekitar kampusnya. Ia mengirim sebuah
pesan melalui ponselnya kepada Akbar yang saat itu sedang sibuk menyelesaikan
desain bangunannya.
“Assalamu
alaikum wr. wb. semoga saya tidak mengganggu. Saya tidak ingin bertanya tentang
apa yang sedang kamu lakukan. Saya tahu pasti kamu sibuk dengan kuliahmu,
sampai-sampai sudah dua minggu kamu tidak ada kabar sama sekali. Saya juga
tidak mungkin bilang kalau saya merindukanmu, takutnya kamu akan mengatakan
bahwa saya hanya bisa mendokrin pikiranmu dengan kata-kata seperti itu. Saya
hanya berharap kamu bisa memahami apa yang saya rasakan dan kamu harus
merasakannya juga tanpa saya yang harus mengatakannya terlebih dahulu. Saya
sekarang ada di bawah sebuah pohon, saya tidak mungkin juga meminta kamu agar datang
ke sini menemani saya, tapi saya harap kamu bisa berpikir, serta mengingat
tentang saya dan kamu ketika masih duduk di bangku SMA, di bawah sebuah pohon yang
kamu bilang pohon itu adalah pohon yang paling kamu sukai di sekolah dulu.
Hanya itu yang ingin saya katakan. Kalau kamu tidak suka, tidak apa-apa. “
Pesan yang lumayan
panjang dan pasti siapapun yang membacanya dalam keadaan sibuk, tidak akan
meresapi apa isi dari pesan itu atau bahkan menjawabnya tidak sesuai dengan
yang diinginkan si pengirim. Dan ternyata itu terjadi dengan Nirma. Setelah
menunggu selama 15 menit balasan dari Akbar, HP Nirma berdering dan tertulis “1
Pesan Baru dari ©Muhammad Akbar”.
Karena penasaran Nirma langsung membuka
isi pesan itu.
“Waalaikum
salam..
Maaf,
saya sedang sibuk. Saya mengerti, dan tolong kamu juga harus mengerti kalau
sekarang saya sedang sibuk. Desain bangunan saya belum selesai.”
Nirma semakin terpukul
dengan isi pesan itu, busur kecil yang tertancap di tepi hatinya seakan-akan
berpindah ke tengah hatinya dan sakit sekali rasanya. Pesan yang panjang
ternyata hanya dibalas dengan sesingkat itu dan manyakitkan pula. Nirma kemudian
membalas pesan tersebut.
“Saya
tidak bermaksud menggangu. Kalau kamu memang tidak ingin diganggu, ya sudah
lemparkan saja HP kamu kalau kamu melihat pesan yang datang dari saya! Tidak
usah pedulikan saya!”
Pesan yang kasar bagi seorang Akbar yang
belum pernah dikasari Nirma sama sekali. Akbar kembali membalasnya dalam waktu
yang singkat.
“Saya
minta maaf, tapi saya sedang sibuk. Nanti kalau desain saya sudah selesai, saya
akan telepon kamu. Saya ingin bicara.”
Nirma kembali ke kostnya dengan
mata yang berkaca-kaca seperti hendak mengeluarkan air, namun Ia tahan. Ia
merasa kecewa. Akbar telah berubah semenjak beberapa bulan terpisah jauh.
Sesampai di kost, Ia menulis sebuah status di facebooknya.
“Terimakasih
atas segala perubahanmu. Semoga jalan ini bisa menjauhkan saya dari kamu agar
kamu bisa bahagia dan tidak ada lagi yang mengganggumu.”
Baru lima menit Ia mengirimkannya ke
beranda, teman-temannya mengomentari isi status tersebut dengan bertanya-tanya
apa yang sedang terjadi. Nirma mengabaikan semua pertanyaan itu. Ia tidak ingin
bercerita kepada siapapun, Ia merasa kali ini tidak ada yang pantas yang bisa
mendengar curahan hatinya, kecuali Ibunya. Ia kemudian menelpon Ibunya dan
menceritakan semua. Ibunya hanya berkata,
“Kamu
yang sabar, laki-laki memang begitu. Apalagi kamu kan tahu sendiri Akbar itu
orangnya bagaimana. Dia keras dan tidak ingin diganggu kalau dia lagi sibuk,
jadi wajar kalau dia marah. Memang baru kali ini dia seperti itu, tapi kan dia
sudah dewasa, jadi pikirannya lebih dewasa dan beda dari yang sebelumnya yang
bisa menerima curhat kamu kapan saja. Sekarang yang dia pikirkan, bagaimana
caranya belajar dengan baik supaya cepat selesai dan bebannya sedikit
berkurang. Toh itu juga’ demi masa depan kalian nantinya. Jangan sampai cuma
karena masalah sepeleh seperti ini kalian putus”
Nirma tidak tahu apa yang hendak Ia
katakan kepada Ibunya, Ia menutup telepon tanpa salam yang membuat Ibunya
bingung.
Ia membaringkan
tubuhnya dan berharap bisa bermimpi sore itu. Belum lima menit Ia menutup
matanya, tiba-tiba Ia terbangun dengan raut wajah yang panik. Hari sudah hampir
maghrib, Ia belum melaksanakan sholat Ashar. Ia segera mengambil air wudhu
kemudian melaksanakan sholat. Sementara dalam sholatnya, HPnya terus berdering.
Entah siapa yang berusaha menghubunginya agar
bisa berbicara dengannya.
Ia telah melaksanakan kewajibannya dan
kemudian megecek HPnya siapa gerangan yang sedari tadi menghubunginya. Belum
sempat melihat nama yang tertera di layar ponselnya, HP tersebut kembali berdering
dan melihat sebuah nama yang dari tadi Ia tunggu-tunggu “©
Muhammad Akbar”.
Ia mengangkatnya.
“Halo,
assalamu alaikum”
“waalaikum
salam. Di mana?”
“di
kost, kenapa?”
“sudah
tidak dibawah pohon lagi?”
“kenapa?
Kurang kerjaan! Masa saya mau dibawah pohon itu terus!”
“yaa,
siapa tahu.”
“…………………….”
“kenapa
diam? Sudah malas bicara dengan saya? Sekarang kamu pasti lebih senang ditelpon
sama cowok lain.”
“apa
tidak ada lagi kalimat lain, selain itu?”
“ada.
Kamu mau putus dengan saya? Saya bisa memenuhinya.”
“apa
maksudnya?”
“oh,
sudah lupa dengan status kamu barusan?”
“tidak.
Mana mungkin.”
“ya
sudah, saya bisa penuhi itu. Kamu setuju kan?”
“ya
sudah. Saya setuju.”
“kamu
tidak berusaha menolak?”
“buat
apa? Kamu bukan satu-satunya lelaki yang ada di dunia ini. Kamu itu sudah
berubah, dan akhir-akhir ini kita selalu ada masalah. Kamu selalu marah tidak
jelas apa maunya. Saya bingung,hadapi sifat kamu sekarang. ”
“oh,
jadi kamu mau mencari yang lain?”
“iya”
“yakin?
Kamu bisa tidak? Mana ada laki-laki yang lebih sayang sama kamu daripada saya.
Saya yang terbaik untuk kamu, begitupun kata orangtuamu.”
“mau
kamu apa sih? Tadi kamu bilang kamu bisa memenuhi keinginan saya, tapi sekarang
kamu seakan-akan menolak dan mencegah saya!”
“kamu
yang berubah atau saya yang berubah?”
“kamu!”
“jadi
kamu menyalahkan saya?”
“iya!”
“ya
sudah, saya minta maaf. Kalau memang itu maunya kamu, tidak apa-apa. Saya bisa
penuhi mulai sekarang”
“jadi?”
“jadi
yah, kita sudah tidak pacaran lagi”
“terus?”
“tapi
meskipun begitu, ikatan yang dikehendaki orangtua kita harus tetap jalan.
Supaya nanti, kita kelak bisa kembali lagi kalau sudah tiba waktu yang saya
inginkan. Dan ingat, jangan coba-coba cari laki-laki lain!”
“lalu,
saya harus bagaimana?”
“pokoknya
kamu harus tetap selalu sayang sama saya, begitupun sebaliknya. Tidak boleh ada
orang yang merebut semua itu termasuk kamu dari saya”
“saya
bingung”
“sudah,
pokoknya ingat saja apa yang saya katakan!”
“ya
sudah”
Nirma memutuskan teleponnya dan kemudian
mematikan HPnya, Ia tidak ingin ada yang menggangunya. Ia bingung atas
perkataan Akbar, Ia tidak tahu apa sebenarnya yang ada dipikiran Akbar. Kenapa
semudah itu Akbar memutuskan untuk tidak berpacaran lagi dengannya namun
meminta Ia tetap setia sama Akbar. Ia semakin bingung, tapi tak apalah, yang
penting sekarang dia sudah tidak dalam status berpacaran lagi dengan Akbar
pikirnya, meskipun Ia masih sangat menyayangi Akbar.
Keesokan harinya, Nirma kembali menjalani
aktivitasnya sebagai mahasiswi. Belajar dan berdiskusi dengan teman-temannya. Nirma
menceritakan tentang apa yang Ia alami kepada sebagian teman yang Ia percaya. Teman-temannya
hanya merespon dengan respon yang sudah lazim orang-orang patah hati dengar “Kamu yang sabar yah, bukan hanya dia lelaki
di dunia ini. Masih banyak kok yang terbaik untuk kamu. Cari saja yang lain.”
Nirma hanya pura-pura menerima respon
tersebut, padahal sebenarnya Ia bingung dan kecewa.
Selang beberapa hari peristiwa tersebut, Nirma
semakin dekat dengan seorang teman sekelasnya di kampus. Sejak hubungannya
kurang membaik dengan Akbar, memang Ia selalu dekat dengan beberapa teman
cowoknya di kampus. Tapi ada satu orang yang menurutnya berbeda. Ia merasa ada
sesuatu yang lain dari hubungan pertemanan itu. Ia jatuh cinta. Iya, Nirma akhirnya
jatuh cinta dengan cowok lain.
Baru kali ini Ia
menyukai seorang lelaki yang sangat jauh dari tipe cowok ideal menurutnya.
Lelaki yang Ia sukai ini penampilannya sangat amburadul, perokok pula. Tapi
cerdas sih. Lelaki yang seharusnya Ia
jauhi, namun ternyata lelaki tersebut bisa membuatnya jatuh cinta. Lelaki
tersebut bernama Arya. Nirma semakin bingung, Ia tidak tahu apa yang harus Ia
lakukan. Dilema pun bermula.
Hari terus berlalu, Arya
lelaki yang Nirma sukai ternyata juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Tapi
justru Nirma berusaha untuk melupakan lelaki itu, Ia berusaha menghilangkan
perasaan itu melihat bagaimana keadaan dan kesehariannya. Bukan hanya itu.
Nirma selalu memikirkan Akbar. Ia sedang dalam ikatan dengan lelaki tersebut.
Ia kembali berpikir, tidak mungkin lagi menjalin hubungan yang spesial atau
membagi hatinya dengan lelaki lain. Karena jika suatu waktu telah tiba, maka Ia
akan siap menjalani hidup yang bermakna dengan Akbar dan akan meninggalkan
lelaki lain yang mengisi hatinya dengan luka dan kenangan. Tapi Nirma juga bertanya-tanya
dalam pikirannya, apakah Ia bisa atau tidak?.
Semakin hari, semakin
Nirma dekat dengan Arya, perasaan sayangnya
terhadap Arya semakin bertambah. Semakin tidak bisa lagi Ia lepas dari lelaki
tersebut. Hingga suatu hari, tepatnya pada tanggal 22 Februari mereka telah
mengikat suatu hubungan yang spesial, hubungan yang sebenarnya berawal dari
perselisihan akibat perbedaan pandangan antara mereka berdua. Meskipun
sebenarnya Ia tahu, itu akan memberikan resiko yang besar.
Nirma pun semakin bisa
terbiasa tanpa Akbar, namun tidak dapat dipungkiri kalau perasaan sayangnya
masih tetap terhadap Akbar. Ia seolah-olah yakin bahwa Akbar lah yang terbaik
baginya.
Arya seolah-olah
berusaha meyakinkan Nirma, bahwa Ia bisa menjadi seperti apa yang Nirma
inginkan, lebih dari yang Akbar berikan. Arya pun selalu memiliki waktu untuk
menghibur Nirma, dan Arya selalu memberikan kelembutan dalam menghadapi
keegoisan Nirma. Sekejap, hati Nirma pun luluh.
Hubungan Nirma dan Arya
berjalan dengan baik. Tak ada satupun keluarga Nirma yang tahu tentang hal itu.
Terlebih Akbar dan keluarganya, Ia berusaha merahasiakannya dari mereka semua
agar hubungan keluarga mereka tetap utuh satu sama lain.
Nirma berusaha menahan
rasa sayangnya terhadap Arya, Ia tidak mungkin sepenuhnya memberikan hatinya
kepada Arya, karena satu keyakinan yang selalu Nirma tanamkan dalam hatinya. Ia
tetap menyayangi Akbar sampai kapanpun, dan suatu saat Ia akan menjalin
hubungan yang seutuhnya dengan lelaki idamannya itu.
Ternyata, seiring
berjalannya waktu, Nirma justru semakin tidak bisa menghindari kalau Ia juga
menyayangi Arya. Nirma pun perlahan bisa mengakrabi keluarga Arya. Nirma
semakin bingung, apa sebenarnya yang Ia pikirkan. Siapa yang benar-benar Ia
sayang diantara Akbar dan Arya?, Ia belum tahu. Karena di satu sisi Akbar telah
mengikat dirinya yang secara tidak langsung suatu saat nanti mau tidak mau Nirma
pasti akan menjalin hubungan yang lebih serius dengan Akbar, namun di sisi
lain, Arya terus saja memberikanya kasih sayang dan tetap bersabar walaupun
Arya tahu kalau suatu saat dia harus siap untuk sakit hati atas ikatan antara
Nirama dan Akbar tapi Akbar tetap saja tulus menyayangi Nirma dengan cara yang
berbeda dan membuat Nirma semakin menyayangi Arya. Mungkin tidak akan ada orang
yang bisa mengerti tentang perasaan
Nirma yang sebenarnya. Sulit ditebak. Dilema semakin mengakrabi kehidupan
Nirma.
Seiring berjalannya
waktu, hubungan Arya dan Nirma telah berjalan selama bertahun-tahun. Selama
hubungan tersebut berjalan, benar-benar tidak ada dari keluarga Nirma ataupun
Akbar yang mengetahui tentang hal itu. Nirma dan Arya benar-benar bisa menjaga
rahasia hubugan mereka tersebut dengan baik.
Hingga suatu waktu yang
Nirma dan Akbar tunggu-tunggu telah tiba, setelah mereka menyelesaikan pendidikan
mereka di universitas. Keluarga mereka memutuskan untuk segera meresmikan
hubungan mereka. Namun di sisi lain, hubungan Nirma dan Arya masih sangat kuat
dan baik terjalin diantara mereka. Bahkan Arya juga mengharapkan yang lebih
dari sekedar hubungan berpacaran itu. Kembalilah dilema menghampiri Nirma
hingga mengakibatkan kegalauan.
Nirma berniat
memutuskan untuk meninggalkan Arya dan memilih Akbar. Ia pun telah
membicarakannya dengan Arya meskipun sebenarnya Arya tidak bisa merelakannya.
Begitu banyak kenangan yang telah mereka lewati dan hanya karena sebuah ikatan
maka itu semua harus dilupakan begitu saja.
“saya
harus melupakan kamu, maaf saya tidak bisa lagi bersama kamu. Meskipun kamu
tidak rela atau kenapa,saya tidak peduli lagi. Kamu sudah berjanji bahwa apapun
yang terjadi suatu saat nanti kamu akan terima karena kamu sudah siap dengan
konsekuensinya.” Ucap Nirma kepada Arya.
Mau
tidak mau, akhirnya Arya memutuskan untuk pergi dan merelakan orang yang telah
dia anggap sebagai jodohnya itu pergi untuk bersanding dengan pria lain.
“kamu
harus tahu, kamu adalah wanita yang paling saya sayangi selain ibu saya.
Meskipun berat, saya harus ikhlas melepasmu layaknya kamu yang ikhlas
menerimaku dulu tanpa melihat penampilanku. Semoga saja Akbar yang kamu
idam-idamkan selama ini benar-benar bisa membahagiakanmu. Haha ternyata kisah
ini seperti sinetron dan inilah akhir yang kamu pilih.”
“Arya,
kamu juga harus tahu. Seperti yang saya katakan sebelum-sebelumnya, kalau saya
juga menyayangi kamu. Yah meskipun sebenarnya perasaan sayang saya lebih besar
kepada Akbar. Tapi saya juga bisa merasakan kebahagian bersamamu. Haha memang,
seperti kisah kita layaknya sebuah cerita dalam sinetron.”
Ketika
hari dimana Nirma harus berkumpul dengan keluarga Akbar, tanpa sengaja Nirma
memanggil Akbar dengan sebutan Arya. Semua bingung dan bertanya-tanya, siapa
gerangan Arya dan apa hubungannya dengan Nirma. Maka Akbar pun memaksa Nirma
untuk berkata jujur. Setelah bercerita panjang lebar, kekecewaan mulai menusuk
hati Akbar dan keluarga mereka berdua. Tidak ada yang meyangka Nirma akan
melakukan hal bodoh seperti itu. Saking kecewanya, Akbar dan keluarganya pergi
meninggalkan Nirma dan keluarganya tanpa sepatah katapun hingga membuat ayah
Nirma tidak bisa mengontrol emosinya lagi.
“kamu
itu sudah memalukan keluarga! Bukannya dulu kamu sendiri dan Akbar yang meminta
agar hubungan kalian diikatkan? Kenapa kamu sia-siakan itu semua? Kalau memang
kamu sudah tidak bisa melanjutkannya, harusnya kamu cerita dari dulu! Kamu
lihat sekarang, hubungan keluarga kita dengan keluarga Akbar, tidak akan bisa
membaik lagi. Sekarang terserah kamu, kamu mau apa?karena itu adalah pilihan kamu!”
Nirma menyesali
atas apa yang telah Ia lakukan. Ia tak tahu bagaimana caranya agar Akbar mau
memaafkannya. Setelah beberapa hari peristiwa itu, Nirma dapat kabar bahwa
Akbar kembali ke Palu dan memilih untuk melupakan Nirma dengan mencari wanita
yang terbaik baginya. Saat itu juga, Nirma merasa menyerah akan hidupnya.
Cita-citanya untuk membangun rumah tangga dengan pria idamannya hancur begitu
saja karena kerakusan hatinya.
Nirma
kembali mengingat Arya, Ia berpikir mungkin Arya bisa kembali mengisi
kekosongan hatinya. Mengingat Arya juga berharap hubungan mereka bisa lebih
dari sekedar berpacaran. Nirma juga ternyata masih menyayangi Arya, Ia tidak
bisa melupakan seorang lelaki yang juga sempat membuat hari-harinya penuh makna
dan warna. Meskipun tidak sebanding dengan Akbar. Bagi Nirma, Akbar lah yang
terbaik, bagaimana bisa Ia melupakannya.
Baru
saja Nirma hendak bercerita kepada Arya. Ternyata tiba-tiba saja Arya
mendatangi rumah Nirma. Tak lain maksud dan tujuannya adalah untuk melamar
Nirma. Nirma bahagia karena ternyata Arya masih berusaha untuk bisa
mendapatkannya. Sungguh Nirma tak tahu apa yang akan Ia katakana pada saat itu.
Ternyata dari kedua pria yang Ia sayangi, akhirnya salah satu dari mereka mampu
menerima keadaan dan mengajaknya menempuh hidup yang telah Ia idam-idamkan
selama ini. Meskipun sebenarnya tidak sesuai dengan harapannya yang telah Ia
catat dalam hatinya sedari dulu, tapi Arya lah yang bisa menjadi yang terbaik
baginya dan dapat membuktikan bahwa kisahnya tidak secengeng dalam sinetron
tapi kisahnya bisa seindah kisah-kisah love story layaknya karya sastra yang di
tulis indah oleh para pujangga.
“Meskipun
harapanku sangat jauh dengan apa yang ku dapat sekarang, tidak masalah. Yang
penting saya juga bisa bahagia dengan salah satu orang yang saya sayangi.
Semoga calon suami gagalku bisa bahagia juga dengan hidup barunya seperti saya.”
0 comments:
Post a Comment