Friday, April 27, 2012

“CALON SUAMI GAGAL”

“Hari-hari telah kulalui dengan hati yang penuh gundah. Entahlah, saya merasa banyak yang mengganjal sehingga memunculkan tanda tanya dan seakan-akan berputar-putar di pusat pikiranku untuk mencari jawaban atas dirinya. Memikirkan apa yang harus kulakukan untuk bertemu dengan seorang yang jauh di sana dan menyelesaikan masalah yang sedang menyelimuti, ataukah saya harus melupakannya saja dan memilih orang lain tapi dengan kemungkinan resiko yang besar.
 Begitulah ungkapan hati seorang gadis cantik yang bernama Nirma, seorang mahasiswi dari salah satu universitas negeri di kota Makassar. Semenjak menyelesaikan pendidikannya di salah satu sekolah menengah di kota Palopo dan memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di salah satu universitas yang jauh dari orang tua, saudara-saudara, dan sahabat-sahabatnya. Untuk sejenak hal itu membuatnya sedih, Namun yang paling membuatnya lebih sedih  adalah ketika dia tahu Muhammad Akbar, seseorang yang telah menjalin hubungan yang lebih dari sekedar sahabat dengannya selama dua tahun memutuskan untuk memilih salah satu universitas negeri di kota Palu.
Nirma justru berharap Akbar bisa melanjutkan pendidikannya di kampus yang sama dengannya agar  selalu ada yang menjaganya. Tapi ternyata realita tidak sejalan pada keinginannya. Ia terima, dan Ia rela demi masa depan hubungan mereka mengapa tidak LDR saja, pikirnya.
Dalam kegalauan yang bersemayam dihatinya. Nirma tidak begitu kuatir dengan LDR ini, karena Ia berpikir mereka sudah ada ikatan dari keluarga mereka masing-masing, jadi tidak usah takut kalau dia selingkuh atau bahkan meninggalkannya.
Setelah beberapa bulan melewati kisah hidupnya sebagai salah satu mahasiswi di salah satu universitas negeri di kota Makassar, semuanya seakan membaik. Bahkan Ia sedikit bisa mengakrabi semua teman-temannya. Namun satu, masalah seakan-akan tidak pernah berhenti menyelimutinya dengan Akbar. Mungkin karena jarak yang memisahkannya begitu jauh atau karena perasaan jenuh yang mulai timbul atas kepurusannya untuk menjalani hubungan jarak jauh.
Banyak yang senang bergaul dengannya, katanya dia manis, ramah, cantik dan pintar pula. Jadi tidak akan ada yang menyia-nyiakan kedekatan dengan seorang Nirma. Perlahan demi perlahan, dan seiring perputaran waktu, Nirma juga ternyata bisa mengenal teman-temannya dalam waktu yang terbilang singkat. Dia bisa membedakan mana teman yang menurut dia bisa menjadi tempat curahan hatinya dan mana yang harus  Ia jauhi.
“Jaga diri kamu baik-baik di sana, jangan mudah terpengaruh dengan ajakan atau apalah dari orang  yang belum kamu kenal. Dan ingat, jangan cepat ikut-ikutan kalau saja ada teman kamu yang mengajak kamu ke rumahnya, kamu setidaknya berpikir, di sana tidak ada Akbar yang bisa menjagamu seperti waktu SMA dulu dan kamu harus ingat baik-baik jangan pernah mengatakan bahwa kamu telah mencintai orang baru nanti.”
 Pesan yang selalu terngiang di gendang telinga Nirma, sesekali terasa bagaikan busur kecil yang menancap di tepi hatinya dan seakan-akan ingin meneteskan air yang terasa agak asin dari mata indahnya yang kemudian jatuh ke wajah halusnya. Namun Ia tetap tegar, Ia tetap teguh pada kata hatinya sendiri atas apa yang sudah menjadi keinginannya. Ia tahu, apa yang akan Ia lakukan, dan Ia tahu mana yang benar atau yang salah bagi dirinya. Memang sepatutnya Ia harus mendengarkan kata orangtuanya, namun Ia berpikir kalimat seperti itu seakan-akan membuat dirinya tidak bisa berkembang, tidak bisa kenal dan akrab dengan orang lain, atau bahkan mencintai orang lain meskipun itu seharusnya tidak Ia lakukan. Nirma berusaha untuk menghibur dirinya yang setiap hari hanya bisa galau melewati hari-harinya tanpa Akbar.
Suatu hari, ketika Nirma sedang duduk di bawah sebuah pohon di sekitar kampusnya. Ia mengirim sebuah pesan melalui ponselnya kepada Akbar yang saat itu sedang sibuk menyelesaikan desain bangunannya.
“Assalamu alaikum wr. wb. semoga saya tidak mengganggu. Saya tidak ingin bertanya tentang apa yang sedang kamu lakukan. Saya tahu pasti kamu sibuk dengan kuliahmu, sampai-sampai sudah dua minggu kamu tidak ada kabar sama sekali. Saya juga tidak mungkin bilang kalau saya merindukanmu, takutnya kamu akan mengatakan bahwa saya hanya bisa mendokrin pikiranmu dengan kata-kata seperti itu. Saya hanya berharap kamu bisa memahami apa yang saya rasakan dan kamu harus merasakannya juga tanpa saya yang harus mengatakannya terlebih dahulu. Saya sekarang ada di bawah sebuah pohon, saya tidak mungkin juga meminta kamu agar datang ke sini menemani saya, tapi saya harap kamu bisa berpikir, serta mengingat tentang saya dan kamu ketika masih duduk di bangku SMA, di bawah sebuah pohon yang kamu bilang pohon itu adalah pohon yang paling kamu sukai di sekolah dulu. Hanya itu yang ingin saya katakan. Kalau kamu tidak suka, tidak apa-apa. “
Pesan yang lumayan panjang dan pasti siapapun yang membacanya dalam keadaan sibuk, tidak akan meresapi apa isi dari pesan itu atau bahkan menjawabnya tidak sesuai dengan yang diinginkan si pengirim. Dan ternyata itu terjadi dengan Nirma. Setelah menunggu selama 15 menit balasan dari Akbar, HP Nirma berdering dan tertulis “1 Pesan Baru dari ©Muhammad Akbar”.
Karena penasaran Nirma langsung membuka isi pesan itu.
“Waalaikum salam..
Maaf, saya sedang sibuk. Saya mengerti, dan tolong kamu juga harus mengerti kalau sekarang saya sedang sibuk. Desain bangunan saya belum selesai.”
Nirma semakin terpukul dengan isi pesan itu, busur kecil yang tertancap di tepi hatinya seakan-akan berpindah ke tengah hatinya dan sakit sekali rasanya. Pesan yang panjang ternyata hanya dibalas dengan sesingkat itu dan manyakitkan pula. Nirma kemudian membalas pesan tersebut.
“Saya tidak bermaksud menggangu. Kalau kamu memang tidak ingin diganggu, ya sudah lemparkan saja HP kamu kalau kamu melihat pesan yang datang dari saya! Tidak usah pedulikan saya!”
Pesan yang kasar bagi seorang Akbar yang belum pernah dikasari Nirma sama sekali. Akbar kembali membalasnya dalam waktu yang singkat.
“Saya minta maaf, tapi saya sedang sibuk. Nanti kalau desain saya sudah selesai, saya akan telepon kamu. Saya ingin bicara.”
           Nirma kembali ke kostnya dengan mata yang berkaca-kaca seperti hendak mengeluarkan air, namun Ia tahan. Ia merasa kecewa. Akbar telah berubah semenjak beberapa bulan terpisah jauh. Sesampai di kost, Ia menulis sebuah status di facebooknya.
“Terimakasih atas segala perubahanmu. Semoga jalan ini bisa menjauhkan saya dari kamu agar kamu bisa bahagia dan tidak ada lagi yang mengganggumu.”
Baru lima menit Ia mengirimkannya ke beranda, teman-temannya mengomentari isi status tersebut dengan bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Nirma mengabaikan semua pertanyaan itu. Ia tidak ingin bercerita kepada siapapun, Ia merasa kali ini tidak ada yang pantas yang bisa mendengar curahan hatinya, kecuali Ibunya. Ia kemudian menelpon Ibunya dan menceritakan semua. Ibunya hanya berkata,
“Kamu yang sabar, laki-laki memang begitu. Apalagi kamu kan tahu sendiri Akbar itu orangnya bagaimana. Dia keras dan tidak ingin diganggu kalau dia lagi sibuk, jadi wajar kalau dia marah. Memang baru kali ini dia seperti itu, tapi kan dia sudah dewasa, jadi pikirannya lebih dewasa dan beda dari yang sebelumnya yang bisa menerima curhat kamu kapan saja. Sekarang yang dia pikirkan, bagaimana caranya belajar dengan baik supaya cepat selesai dan bebannya sedikit berkurang. Toh itu juga’ demi masa depan kalian nantinya. Jangan sampai cuma karena masalah sepeleh seperti ini kalian putus”
Nirma tidak tahu apa yang hendak Ia katakan kepada Ibunya, Ia menutup telepon tanpa salam yang membuat Ibunya bingung.
Ia membaringkan tubuhnya dan berharap bisa bermimpi sore itu. Belum lima menit Ia menutup matanya, tiba-tiba Ia terbangun dengan raut wajah yang panik. Hari sudah hampir maghrib, Ia belum melaksanakan sholat Ashar. Ia segera mengambil air wudhu kemudian melaksanakan sholat. Sementara dalam sholatnya, HPnya terus berdering. Entah siapa yang berusaha menghubunginya agar  bisa berbicara dengannya.
Ia telah melaksanakan kewajibannya dan kemudian megecek HPnya siapa gerangan yang sedari tadi menghubunginya. Belum sempat melihat nama yang tertera di layar ponselnya, HP tersebut kembali berdering dan melihat sebuah nama yang dari tadi Ia tunggu-tunggu “© Muhammad Akbar”.
Ia mengangkatnya.
“Halo, assalamu alaikum”
“waalaikum salam. Di mana?”
“di kost, kenapa?”
“sudah tidak dibawah pohon lagi?”
“kenapa? Kurang kerjaan! Masa saya mau dibawah pohon itu terus!”
“yaa, siapa tahu.”
“…………………….”
“kenapa diam? Sudah malas bicara dengan saya? Sekarang kamu pasti lebih senang ditelpon sama cowok lain.”
“apa tidak ada lagi kalimat lain, selain itu?”
“ada. Kamu mau putus dengan saya? Saya bisa memenuhinya.”
“apa maksudnya?”
“oh, sudah lupa dengan status kamu barusan?”
“tidak. Mana mungkin.”
“ya sudah, saya bisa penuhi itu. Kamu setuju kan?”
“ya sudah. Saya setuju.”
“kamu tidak berusaha menolak?”
“buat apa? Kamu bukan satu-satunya lelaki yang ada di dunia ini. Kamu itu sudah berubah, dan akhir-akhir ini kita selalu ada masalah. Kamu selalu marah tidak jelas apa maunya. Saya bingung,hadapi sifat kamu sekarang. ”
“oh, jadi kamu mau mencari yang lain?”
“iya”
“yakin? Kamu bisa tidak? Mana ada laki-laki yang lebih sayang sama kamu daripada saya. Saya yang terbaik untuk kamu, begitupun kata orangtuamu.”
“mau kamu apa sih? Tadi kamu bilang kamu bisa memenuhi keinginan saya, tapi sekarang kamu seakan-akan menolak dan mencegah saya!”
“kamu yang berubah atau saya yang berubah?”
“kamu!”
“jadi kamu menyalahkan saya?”
“iya!”
“ya sudah, saya minta maaf. Kalau memang itu maunya kamu, tidak apa-apa. Saya bisa penuhi mulai sekarang”
“jadi?”
“jadi yah, kita sudah tidak pacaran lagi”
“terus?”
“tapi meskipun begitu, ikatan yang dikehendaki orangtua kita harus tetap jalan. Supaya nanti, kita kelak bisa kembali lagi kalau sudah tiba waktu yang saya inginkan. Dan ingat, jangan coba-coba cari laki-laki lain!”
“lalu, saya harus bagaimana?”
“pokoknya kamu harus tetap selalu sayang sama saya, begitupun sebaliknya. Tidak boleh ada orang yang merebut semua itu termasuk kamu dari saya”
“saya bingung”
“sudah, pokoknya ingat saja apa yang saya katakan!”
“ya sudah”
 Nirma memutuskan teleponnya dan kemudian mematikan HPnya, Ia tidak ingin ada yang menggangunya. Ia bingung atas perkataan Akbar, Ia tidak tahu apa sebenarnya yang ada dipikiran Akbar. Kenapa semudah itu Akbar memutuskan untuk tidak berpacaran lagi dengannya namun meminta Ia tetap setia sama Akbar. Ia semakin bingung, tapi tak apalah, yang penting sekarang dia sudah tidak dalam status berpacaran lagi dengan Akbar pikirnya, meskipun Ia masih sangat menyayangi Akbar.
 Keesokan harinya, Nirma kembali menjalani aktivitasnya sebagai mahasiswi. Belajar dan berdiskusi dengan teman-temannya. Nirma menceritakan tentang apa yang Ia alami kepada sebagian teman yang Ia percaya. Teman-temannya hanya merespon dengan respon yang sudah lazim orang-orang patah hati dengar “Kamu yang sabar yah, bukan hanya dia lelaki di dunia ini. Masih banyak kok yang terbaik untuk kamu. Cari saja yang lain.”
Nirma hanya pura-pura menerima respon tersebut, padahal sebenarnya Ia bingung dan kecewa.
 Selang beberapa hari peristiwa tersebut, Nirma semakin dekat dengan seorang teman sekelasnya di kampus. Sejak hubungannya kurang membaik dengan Akbar, memang Ia selalu dekat dengan beberapa teman cowoknya di kampus. Tapi ada satu orang yang menurutnya berbeda. Ia merasa ada sesuatu yang lain dari hubungan pertemanan itu. Ia jatuh cinta. Iya, Nirma akhirnya jatuh cinta dengan cowok lain.
Baru kali ini Ia menyukai seorang lelaki yang sangat jauh dari tipe cowok ideal menurutnya. Lelaki yang Ia sukai ini penampilannya sangat amburadul, perokok pula. Tapi cerdas sih.  Lelaki yang seharusnya Ia jauhi, namun ternyata lelaki tersebut bisa membuatnya jatuh cinta. Lelaki tersebut bernama Arya. Nirma semakin bingung, Ia tidak tahu apa yang harus Ia lakukan. Dilema pun bermula.
Hari terus berlalu, Arya lelaki yang Nirma sukai ternyata juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Tapi justru Nirma berusaha untuk melupakan lelaki itu, Ia berusaha menghilangkan perasaan itu melihat bagaimana keadaan dan kesehariannya. Bukan hanya itu. Nirma selalu memikirkan Akbar. Ia sedang dalam ikatan dengan lelaki tersebut. Ia kembali berpikir, tidak mungkin lagi menjalin hubungan yang spesial atau membagi hatinya dengan lelaki lain. Karena jika suatu waktu telah tiba, maka Ia akan siap menjalani hidup yang bermakna dengan Akbar dan akan meninggalkan lelaki lain yang mengisi hatinya dengan luka dan kenangan. Tapi Nirma juga bertanya-tanya dalam pikirannya, apakah Ia bisa atau tidak?.
Semakin hari, semakin Nirma dekat dengan   Arya, perasaan sayangnya terhadap Arya semakin bertambah. Semakin tidak bisa lagi Ia lepas dari lelaki tersebut. Hingga suatu hari, tepatnya pada tanggal 22 Februari mereka telah mengikat suatu hubungan yang spesial, hubungan yang sebenarnya berawal dari perselisihan akibat perbedaan pandangan antara mereka berdua. Meskipun sebenarnya Ia tahu, itu akan memberikan resiko yang besar.
Nirma pun semakin bisa terbiasa tanpa Akbar, namun tidak dapat dipungkiri kalau perasaan sayangnya masih tetap terhadap Akbar. Ia seolah-olah yakin bahwa Akbar lah yang terbaik baginya.
Arya seolah-olah berusaha meyakinkan Nirma, bahwa Ia bisa menjadi seperti apa yang Nirma inginkan, lebih dari yang Akbar berikan. Arya pun selalu memiliki waktu untuk menghibur Nirma, dan Arya selalu memberikan kelembutan dalam menghadapi keegoisan Nirma. Sekejap, hati Nirma pun luluh.
Hubungan Nirma dan Arya berjalan dengan baik. Tak ada satupun keluarga Nirma yang tahu tentang hal itu. Terlebih Akbar dan keluarganya, Ia berusaha merahasiakannya dari mereka semua agar hubungan keluarga mereka tetap utuh satu sama lain.
Nirma berusaha menahan rasa sayangnya terhadap Arya, Ia tidak mungkin sepenuhnya memberikan hatinya kepada Arya, karena satu keyakinan yang selalu Nirma tanamkan dalam hatinya. Ia tetap menyayangi Akbar sampai kapanpun, dan suatu saat Ia akan menjalin hubungan yang seutuhnya dengan lelaki idamannya itu.
Ternyata, seiring berjalannya waktu, Nirma justru semakin tidak bisa menghindari kalau Ia juga menyayangi Arya. Nirma pun perlahan bisa mengakrabi keluarga Arya. Nirma semakin bingung, apa sebenarnya yang Ia pikirkan. Siapa yang benar-benar Ia sayang diantara Akbar dan Arya?, Ia belum tahu. Karena di satu sisi Akbar telah mengikat dirinya yang secara tidak langsung suatu saat nanti mau tidak mau Nirma pasti akan menjalin hubungan yang lebih serius dengan Akbar, namun di sisi lain, Arya terus saja memberikanya kasih sayang dan tetap bersabar walaupun Arya tahu kalau suatu saat dia harus siap untuk sakit hati atas ikatan antara Nirama dan Akbar tapi Akbar tetap saja tulus menyayangi Nirma dengan cara yang berbeda dan membuat Nirma semakin menyayangi Arya. Mungkin tidak akan ada orang yang bisa mengerti tentang  perasaan Nirma yang sebenarnya. Sulit ditebak. Dilema semakin mengakrabi kehidupan Nirma.
Seiring berjalannya waktu, hubungan Arya dan Nirma telah berjalan selama bertahun-tahun. Selama hubungan tersebut berjalan, benar-benar tidak ada dari keluarga Nirma ataupun Akbar yang mengetahui tentang hal itu. Nirma dan Arya benar-benar bisa menjaga rahasia hubugan mereka tersebut dengan baik.
Hingga suatu waktu yang Nirma dan Akbar tunggu-tunggu telah tiba, setelah mereka menyelesaikan pendidikan mereka di universitas. Keluarga mereka memutuskan untuk segera meresmikan hubungan mereka. Namun di sisi lain, hubungan Nirma dan Arya masih sangat kuat dan baik terjalin diantara mereka. Bahkan Arya juga mengharapkan yang lebih dari sekedar hubungan berpacaran itu. Kembalilah dilema menghampiri Nirma hingga mengakibatkan kegalauan.
Nirma berniat memutuskan untuk meninggalkan Arya dan memilih Akbar. Ia pun telah membicarakannya dengan Arya meskipun sebenarnya Arya tidak bisa merelakannya. Begitu banyak kenangan yang telah mereka lewati dan hanya karena sebuah ikatan maka itu semua harus dilupakan begitu saja.
“saya harus melupakan kamu, maaf saya tidak bisa lagi bersama kamu. Meskipun kamu tidak rela atau kenapa,saya tidak peduli lagi. Kamu sudah berjanji bahwa apapun yang terjadi suatu saat nanti kamu akan terima karena kamu sudah siap dengan konsekuensinya.” Ucap Nirma kepada Arya.
            Mau tidak mau, akhirnya Arya memutuskan untuk pergi dan merelakan orang yang telah dia anggap sebagai jodohnya itu pergi untuk bersanding dengan pria lain.
“kamu harus tahu, kamu adalah wanita yang paling saya sayangi selain ibu saya. Meskipun berat, saya harus ikhlas melepasmu layaknya kamu yang ikhlas menerimaku dulu tanpa melihat penampilanku. Semoga saja Akbar yang kamu idam-idamkan selama ini benar-benar bisa membahagiakanmu. Haha ternyata kisah ini seperti sinetron dan inilah akhir yang kamu pilih.”
“Arya, kamu juga harus tahu. Seperti yang saya katakan sebelum-sebelumnya, kalau saya juga menyayangi kamu. Yah meskipun sebenarnya perasaan sayang saya lebih besar kepada Akbar. Tapi saya juga bisa merasakan kebahagian bersamamu. Haha memang, seperti kisah kita layaknya sebuah cerita dalam sinetron.”
            Ketika hari dimana Nirma harus berkumpul dengan keluarga Akbar, tanpa sengaja Nirma memanggil Akbar dengan sebutan Arya. Semua bingung dan bertanya-tanya, siapa gerangan Arya dan apa hubungannya dengan Nirma. Maka Akbar pun memaksa Nirma untuk berkata jujur. Setelah bercerita panjang lebar, kekecewaan mulai menusuk hati Akbar dan keluarga mereka berdua. Tidak ada yang meyangka Nirma akan melakukan hal bodoh seperti itu. Saking kecewanya, Akbar dan keluarganya pergi meninggalkan Nirma dan keluarganya tanpa sepatah katapun hingga membuat ayah Nirma tidak bisa mengontrol emosinya lagi.
“kamu itu sudah memalukan keluarga! Bukannya dulu kamu sendiri dan Akbar yang meminta agar hubungan kalian diikatkan? Kenapa kamu sia-siakan itu semua? Kalau memang kamu sudah tidak bisa melanjutkannya, harusnya kamu cerita dari dulu! Kamu lihat sekarang, hubungan keluarga kita dengan keluarga Akbar, tidak akan bisa membaik lagi. Sekarang terserah kamu, kamu mau apa?karena  itu adalah pilihan kamu!” 
            Nirma menyesali atas apa yang telah Ia lakukan. Ia tak tahu bagaimana caranya agar Akbar mau memaafkannya. Setelah beberapa hari peristiwa itu, Nirma dapat kabar bahwa Akbar kembali ke Palu dan memilih untuk melupakan Nirma dengan mencari wanita yang terbaik baginya. Saat itu juga, Nirma merasa menyerah akan hidupnya. Cita-citanya untuk membangun rumah tangga dengan pria idamannya hancur begitu saja karena kerakusan hatinya.
            Nirma kembali mengingat Arya, Ia berpikir mungkin Arya bisa kembali mengisi kekosongan hatinya. Mengingat Arya juga berharap hubungan mereka bisa lebih dari sekedar berpacaran. Nirma juga ternyata masih menyayangi Arya, Ia tidak bisa melupakan seorang lelaki yang juga sempat membuat hari-harinya penuh makna dan warna. Meskipun tidak sebanding dengan Akbar. Bagi Nirma, Akbar lah yang terbaik, bagaimana bisa Ia melupakannya.
            Baru saja Nirma hendak bercerita kepada Arya. Ternyata tiba-tiba saja Arya mendatangi rumah Nirma. Tak lain maksud dan tujuannya adalah untuk melamar Nirma. Nirma bahagia karena ternyata Arya masih berusaha untuk bisa mendapatkannya. Sungguh Nirma tak tahu apa yang akan Ia katakana pada saat itu. Ternyata dari kedua pria yang Ia sayangi, akhirnya salah satu dari mereka mampu menerima keadaan dan mengajaknya menempuh hidup yang telah Ia idam-idamkan selama ini. Meskipun sebenarnya tidak sesuai dengan harapannya yang telah Ia catat dalam hatinya sedari dulu, tapi Arya lah yang bisa menjadi yang terbaik baginya dan dapat membuktikan bahwa kisahnya tidak secengeng dalam sinetron tapi kisahnya bisa seindah kisah-kisah love story layaknya karya sastra yang di tulis indah oleh para pujangga.

“Meskipun harapanku sangat jauh dengan apa yang ku dapat sekarang, tidak masalah. Yang penting saya juga bisa bahagia dengan salah satu orang yang saya sayangi. Semoga calon suami gagalku bisa bahagia juga dengan hidup barunya seperti saya.”

           
                  

0 comments:

Post a Comment