Friday, April 20, 2012

DIMANA LAGU ANAK-ANAK ITU BERADA ?


Munculnya group Band dan Industri musik yang menjanjikan peluang bisnis, menjadi sebuah alasan para investor atau pemilik modal mengais laba yang melimpah. Begitu pula mereka para group band atau penyanyi solo berusaha dan berupaya menciptakan satu product musik yang dapat diterima pasaran atau audiens. Serta media promosi yang tidak ada batasan audiens. Dengan bermodal kreatifitas dalam menciptakan lagu serta aransement musik yang mudah diingat masyarakat dan konsep musik yang berbeda atau memanfaatkan moment peristiwa tertentu menjadi modal dasar bagi insan musik untuk meraup untung dari penjualan Ring Back Tone( RBT ), Nada Sambung Pribadi ( NSP ), atau nilai kontrak yang cukup menggiurkan untuk setiap undangan acara komersial tertentu, hal ini yang memotifasi para pelaku musik untuk berupaya dan bahkan cendrung memaksakan melangkah ke industri musik. Sehingga industri musik di Indonesia tidaklagi menjual kualitas namun hanya menjual kuantitas belaka demi meraup keuntungan yang berlipat ganda.
Pengaruh media merupakan faktor terbesar yang membuat anak bertingkah laku serta berpikir layaknya orang dewasa, karena beragam tayangan televisi, radio maupun media cetak membuat daya pikir mereka cepat be Contoh kasus tentang anak dewasa sebelum waktunya, yakni ketika dia menonton tayangan video klip beberapa Penyanyi seksi baik Pop atau Dangdut pada umumnya yang berbau perilaku seksual tanpa didampingi oleh orang tuanya, membawa dampaknya mereka cendrung mengikuti gerak exotic yang para penyanyi tersebut tujukan.
Dari sinilah semua berawal, peluang investasi yang menjanjikan serta nilai jual yang cukup mudah bagi setiap media publik, seperti Radio dan Televisi untuk membuat program komersial atau live musik, hingga akhirnya sekmen media publik untuk anak-anak menjadi amat terbatas, dan program acara yang diketengahkan oleh stasiun televisi memaksa anak-anak nasional tidak menganal dunia mereka sendiri.
Walau pun ada program musik anak atau ajang kompetisi untuk mereka menjadi Publik Figur di salah satu stasiun televisi swasta, jauh dari nilai ideal untuk anak-anak itu sendiri, mereka dipaksa untuk mengenal lagu-lagu dewasa dan penuh nuansa cinta, yang mereka pun awam tentang makna dari materi lagu itu sendiri. Program tersebut secara komersial perlu diacungi jempol, dari polling SMS yang mereka sediakan dengan tarif dukungan bagi mereka para audiens di seluruh tanah air yang mendukung calon artis pilihannya, mereka yang memperoleh polling sms terbanyak, itulah yang menjadi calon artis cilik pendatang baru, penilaian untuk mereka para calon artis cilik pun tidak objektif, hanya dilandasi nilai pencapaian tarif polling sms tersbut. Belum lagi pemasangan iklan, tetapi dari sudut akademis jauh dari target
Lagu-lagu anak pun berangsur hilang, tak ada lagi generasi yang menyerupai Adi Bing Slamet, Cicha Koeswoyo, Diana Papilaya, Dina Mariana, Vien Isharyanto, atau Yoan Tanamal. Atau juga, kemana Agnes Monica, Bondan Prakoso, Sheirina, Joshua baru, yang mampu mengembalikan kembali Dunia Hiburan Anak-anak yang hilang itu.



Arus globalisasi tak dapat kita bendung. Agar tidak ketinggalan zaman, kita perlu mengikuti lompatan modernitas. Maraknya sajian hiburan di televisi atau mudahnya akses internet yang menyediakan beragam informasi tak disangkal merupakan bagian dari denyut kehidupan abad ini. Namun jika tidak dibarengi dengan pemantauan ketat terhadap anak-anak, tidak menutup kemungkinan dapat berakibat buruk bagi kehidupan mereka kelak. Di sinilah peran orang tua dipertaruhkan. Seperti kita tahu, regulasi dari pemerintah perihal jenis acara yang ditayangkan belum sepenuhnya memenuhi kriteria dan diindahkan oleh pemirsa televisi. Semisal program yang bertanda “boleh dilihat oleh semua usia”, nyata-nyata isinya masih rawan ditonton oleh anak-anak.
Kreatifitas para pencipta lagu hendaknya diberikan satu wadah atau mediasi untuk mereka kembali berkespresi, tidak menutup kemungkin pemerintah pun memiliki peranan penting untuk kemajuan atau mengembalikan kembali eksistensi Dunia Hiburan anak, atau memberikan stimulus bagi insan media, ikut serta mengembangkan lagu  anak-anak kembali.
Bagi Investor media atau Industri musik cobalah mencari bibit kreasi baru untuk pengembangan lagu anak-anak yang lebih fresh dengan memperhatikan normatif dan proporsi anak-anak, sehingga Psikologis dan dunia mereka berjalan selayaknya anak-anak pada umumnya. Berikan mereka ruang publik agar bisa kembali lagu anak-anak seperti dulu. Yach, 10 tahun yang lalu saat populeritas lagu anak-anak itu ada.
Lalu Muncul Pertanyaan Baru,
KINI, DIMANA LAGU ANAK-ANAK ITU BERADA ?
Suara-suara polos dari lagu anak-anak seperti Abang Tukang Bakso, Naik-Naik Ke Puncak Gunung, Bintang Kecil, dan lain sebagainya itu masih bisa kita dengar di salah satu media Hiburan Anak-anak di Pinggir kota, mungkin sebagian dari kita tahu ODONG-ODONG, kreasi alat atau sepeda yang dimodifikasi menjadi sarana hiburan yang lebih dikhususkan kepada anak-anak Balita, bentuknya menyerupai aneka permainan di  yang ada di sarana hiburan berkelas, hanya memberikan uang Rp. 1000,-. Kita dapat mendengar lagu-lagu itu di putar, seiring lagu habis, habis pula kesempatan anak-anak untuk menikmati sarana hiburan Odong-odong tersebut.

0 comments:

Post a Comment