Friday, April 27, 2012
Andi Sultan Daeng Radja Pahlawan dari Bumi Panrita Lopi
Masa Muda
Masa kecil Andi Sultan Daeng Radja dihabiskan di Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Ia lahir di Gantarang, Bulukumba, pada 20 Mei 1894.
Mungkin hanya kebetulan, tetapi pada tanggal dan bulan yang sama 14 tahun kemudian, tepatnya 20 Mei 1908, sejumlah pemuda Indonesia mendirikan organisasi pemuda bernama Boedi Oetomo yang kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas).
Andi Sultan Daeng Radja adalah putra pertama pasangan Passari Petta Lanra Karaeng Gantarang dan Andi Ninong.
Semasa muda, Andi Sultan Daeng Radja dikenal taat beribadah dan aktif dalam kegiatan Muhammadiyah. Ia juga disebut-sebut sebagai pendiri masjid di Ponre yang pada jamannya konon terbesar di Sulawesi Selatan.
Sebagai seorang anak karaeng (raja), Andi Sultan Daeng Radja termasuk beruntung dapat mengenyam pendidikan formal. Pada usia 8 tahun (1902), ia masuk sekolah Volksschool (Sekolah Rakyat) tiga tahun di Bulukumba.
Tamat dari Volksschool, ia melanjutkan pendidikannya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Bantaeng. Selesai mengenyam pendidikan di ELS, Sultan Daeng Radja melanjutkan pendidikannya di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Makassar.
Saat sekolah di OSVIA, Andi Sultan Daeng Radja sudah mulai merasa gelisah melihat ketimpangan di depan matanya. Ia begitu benci kepada penjajah.
Kegelisahan dan kebenciannya terhadap pemerintah kolonial dipicu oleh kesewenangan dan penindasan yang dilakukan pemerintah Belanda terhadap rakyat Bulukumba.
Semangat untuk membela rakyat dan bangsa Indonesia yang terpateri dalam jiwanya, semakin berkobar saat dirinya aktif mengikuti perkembangan dan pertumbuhan organisasi kebangsaan yang muncul di Pulau Jawa, seperti Budi Utomo (Boedi Oetomo) dan Serikat Dagang Islam yang didirikan sebagai wadah perjuangan melawan penjajahan kolonial Belanda.
Bekerja di Pemerintahan
Setelah menyelesaikan pendidikannya di OSVIA pada tahun 1913, Andi Sultan Daeng Radja yang saat itu masih berusia 20 tahun, diangkat menjadi juru tulis kantor pemerintahan Onder Afdeeling Makassar.
Beberapa bulan kemudian, ia diangkat menjadi calon jaksa dan diperbantukan di Inl of Justitie Makassar. Tanggal 7 Januari 1915, ia diangkat menjadi Eurp Klerk pada Kantor Asisten Residen Bone di Pompanua.
Selanjutnya, ia dipindahkan lagi ke Kantor Controleur Sinjai sebagai Klerk. Dari Sinjai ditugaskan ke Takalar dan mendapat jabatan wakil kepala pajak.
Tak lama kemudian, ia ditugaskan ke Enrekang dengan jabatan kepala pajak. Tahun 1918, ia ditugaskan sebagai Inlandsche Besteur Asistant di Campalagian, Mandar.
Tanggal 2 April 1921, pemerintah mengeluarkan surat keputusan mengangkat dirinya menjadi pejabat sementara Distrik Hadat Gantarang menggantikan Andi Mappamadeng yang mengundurkan diri.
Saat itu juga, Andi Sultan Daeng Radja mendapat kepercayaan menjadi pegawai pada kantor Pengadilan Negeri (Landraad) Bulukumba.
Kepala Adat
Kembalinya Andi Sultan Daeng Radja ke Bulukumba, mendorong Dewan Hadat Gantarang mengadakan rapat memilih calon kepala adat. Rapat tersebut kemudian memutuskan Andi Sultan Daeng Radja menjadi Regen (Kepala Adat) Gantarang. Jabatan itu diembannya hingga pemerintahan Belanda menyatakan pengakuannya atas kedaulatan Republik Indonesia.
Ikut Kongres Pemuda
Ketika bekerja di Bulukumba dan saat menjabat Kepala Adat itulah ia memiliki banyak kesempatan untuk berkomunikasi dengan para pemuda di Makassar dan di Pulau Jawa yang memiliki keinginan sama memerdekakan rakyat dan mendirikan negara Republik Indonesia.
Semangat Andi Sultan Daeng Radja untuk membebaskan bangsanya dari penjajahan, membuat dia secara diam-diam mengikuti Kongres Pemuda Indonesia, pada 28 Oktober 1928. Kongres itulah yang melahirkan Sumpah Pemuda.
Sepulang mengikuti kongres, tekadnya semakin berkobar untuk mengusir kolonial Belanda dari Indonesia.
Tahun 1930, Andi Sultan Daeng Radja mendapat kehormatan menjadi Jaksa pada Landraad Bulukumba.
Ikut Rapat PPKI
Andi Sultan Daeng Radja bersama Dr Ratulangi (yang kemudian diangkat menjadi Gubernur Sulawesi) dan Andi Pangerang Pettarani (yang kemudian diangkat menjadi Gubernur Sulawesi Selatan), diutus sebagai wakil Sulawesi Selatan mengikuti rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) di Jakarta.
PPKI adalah badan yang bekerja mempersiapkan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Usai mengikuti rapat PPKI, Andi Sultan Daeng Radja, langsung pulang ke Bulukumba untuk memberi penjelasan kepada rakyatnya mengenai hasil rapat PPKI dan menyusun rencana dalam rangka menindaklanjuti peristiwa bersejarah kemerdekaan RI. Kabar kemerdekaan RI yang disampaikan Sultan Daeng Radja, disambut rasa haru dan gembira oleh seluruh rakyat Bulukumba.
Membentuk PPNI
Akhir Agustus 1945, Andi Sultan Daeng Radja mengusulkan pembentukan organisasi Persatuan Pergerakan Nasional Indonesia (PPNI). Organisasi ini, dipimpin Andi Panamun dan Abdul Karim. PPNI dibentuk sebagai wadah menghimpun pemuda dalam rangka mengamankan dan membela Negara Indonesia.
Ditahan
Beberapa hari setelah kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, tentara sekutu mendarat di Indonesia termasuk di Bulukumba. Kehadiran tentara sekutu, diboncengi tentara Belanda lengkap dengan pemerintahan sipil yang disebut Nederlands Indisch Civil Administration (NICA). Kehadiran NICA sama halnya kehadiran tentara Jepang, ingin menjajah Indonesia.
Sepak terjang Andi Sultan Daeng Radja sebelum kemerdekaan RI dan sesudah kemerdekaan dalam memperjuangkan kemerdekaan RI, ternyata membuat khawatir NICA. Apalagi, Sultan Daeng Radja menyatakan tidak bersedia bekerjasama dengan NICA. Tanggal 2 Desember 1945 NICA menangkap Andi Sultan Daeng Radja di kediamannya, Kampung Kasuara, Gantarang.
Andi Sultan Daeng Radja kemudian dibawa ke Makassar untuk ditahan. Pemerintah kolonial berharap, penangkapan Sultan Daeng Radja akan mematikan perlawanan rakyat Bulukumba. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Penangkapan beliau semakin membangkitkan perlawanan rakyat Bulukumba terhadap NICA.
Memimpin dari Dalam Tahanan
Para pejuang Bulukumba kemudian membentuk organisasi perlawanan bersenjata yang dinamakan Laskar Pemberontak Bulukumba Angkatan Rakyat (PBAR) yang dipimpin Andi Syamsuddin.
Dalam organisasi PBAR, Andi Sultan Daeng Radja didudukkan sebagai Bapak Agung. Meski dipenjara, seluruh kegiatan PBAR dipantau oleh Sultan Daeng Radja. Melalui keluarga yang menjenguknya, Sultan Daeng Radja memberi perintah kepada Laskar PBAR.
Diasingkan ke Manado
Setelah lima tahun di penjara di Makassar, pada tanggal 17 Maret 1949, pengadilan kolonial kemudian mengadili dan memvonis Andi Sultan Daeng Radja dengan hukuman pengasingan ke Manado, Sulawesi Utara, hingga 8 Januari 1950.
Pemerintah NICA menuduh Andi Sultan Daeng Radja terlibat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI, sehingga ia tidak lagi digunakan sebagai pemerintah.
NICA kemudian menahan dan mengasingkan Andi Sultan Daeng Radja ke Manado, Sulawesi Utara.
Tanggal 8 Januari 1950, setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) dan pengakuan kedaulatan RI oleh Pemerintah Belanda, Andi Sultan Daeng Radja kemudian dibebaskan oleh Belanda dan kembali ke Bulukumba.
Diangkat Jadi Bupati
Pada 1 Juli 1950 Andi Sultan Daeng Radja mundur dari jabatannya sebagai Kepala Adat Gantarang dan digantikan oleh putranya Andi Sappewali Andi Sultan.
Setelah mundur dari jabatannya selaku Kepala Adat Gantarang, Menteri Dalam Negeri berdasarkan Surat Keputusan tertanggal 11 Juni 1951 mengangkatnya menjadi bupati pada kantor Gubernur Sulsel. Tanggal 4 April 1955, beliau ditugaskan sebagai Bupati Daerah Bantaeng dan diangkat menjadi pegawai negeri tetap.
Tahun 1956, Sultan Daeng Radja diangkat menjadi residen diperbantukan pada Gubernur Sulsel sesuai keputusan presiden. Setahun kemudian beliau diangkat menjadi Anggota Konstituante.
Wafat
Andi Sultan Daeng Radja wafat pada 17 Mei 1963 di Rumah Sakit Pelamonia Makassar dalam usia 69 tahun. Semasa hidupnya, Andi Sultan Daeng Radja memiliki empat istri dan 13 anak.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment