Menurut fitrah kejadiannya, manusia diciptakan bebas dan merdeka, karena kemerdekaan pribadi adalah hak yang utama. Tidak ada satu apa pun yang lebih berharga daripada kemerdekaan itu. Sifat dan suasana bebas seperti di atas adalah mutlak diperlukan terutama pada saat manusia berada dalam pembentukan dan pengembangan karakter jati diri. Masa pembentukan dan pengembangan bagi berproses pada masa remaja atau generasi muda.
Mahasiswa dan kualitas-kualitas yang dimilikinya menduduki elit dalam generasinya. Sifat kepoloporan, keberanian, dan kritis adalah ciri dari kelompok elit dalam generasi muda, yaitu mahasiswa itu sendiri. Sifat yang didasarkan pada objektivitas tersebut harus diperankan dengan baik oleh mahasiswa apabila mereka berada dalam suasana merdeka, demokratis, dan rasional. Mahasiswa sebagai kelompok elit dalam masyarakt pada hakikatnya memberi arti bahwa ia memikul tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan fungsi generasinya sebagai kaum muda yang terdidik.
Mereka harus sadar akan kebaikan dan kebahagiaan masyarakat hari ini dan masa yang akan datang. Oleh karena itu, dengan sifat dan wataknya yang kritis, mahasiswa harus menjadi kelompok yang bebas dari kepentingan apa pun kecuali kepentingan kebenaran dan objektivitas demi kebaikan dan kebahagiaan masyarakat hari ini dan masa depan. Dalam dinamikanya, mahasiswa harus menjiwai dan dijiwai oleh sikap independen.
Tidak terbantahkan lagi, bahwa pemuda, khususnya mahasiswa sebagai salah satu ujung tombak pergerakan telah banyak menorehkan tinta emas dan sumbangsih yang besar terhadap terwujudnya Bangsa Indonesia yang berkarakter dan mempunyai identitas nasional yang tegas. Dalam rentetan peristiwa sejarah besar di negeri ini, mahasiswa turut (sebagai varian dari terminologi “pemuda”) menjadi aktor intelektual dan penentu perubahan yang terjadi di negeri ini sejak rezim Orde Lama, Orde Baru, Reformasi, dan mungkin pemerintahan yang akan datang. Terkait dengan itu, mahasiswa yang menyandang nama besar agent of change sangat beralasan jika George Mc Turnan Kahin memberi label mahasiswa sebagai “revolusi kaum pemuda”. Secara historis, perubahan di berbagai negeri di sepanjang abad 20 telah menjadikan kaum pemuda sebagai motor penggerak. Meski bukan satu-satunya kekuatan perubahan, tapi elit dari sebuah pergerakan mestilah kaum terpelajar (mahasiswa). Di Indonesia, fenomena lahirnya kaum terpelajar di berbagai perguruan tinggi telah mendorong lahirnya organ-organ pergerakan kemerdekaan abad 20. Tokoh-tokoh penting gerakan itu kemudian menjadi founding fathers Republik Indonesia. Seorang Indonesianis menyebut lahirnya kaum terpelajar dari perguruan tinggi itu sebagai elit modern.
Kepemimpinan tradisional yang semula hanya dipegang oleh kaum bangsawan dan kaum ulama bergeser ke model kepemimpinan baru yang berasal dari perguruan tinggi modern. Seiring dengan itu, wacana kenegaraan pun sering menjadi hal yang menarik untuk didiskusikan aktivis mahasiswa saat ini. Secara faktual, mahasiswalah yang menjadi ujung tombak sekaligus arus utama dari gerakan perubahan yang berlangsung di mana pun. Dengan nalar intelektualitas dan independensinya, mahasiswa mampu menemukan argumentasi rasional mengenai kondisi yang kurang baik dan tidak sesuai dengan semangat konstitusi dan nilai kemanuasiaan. Hanya mahasiswa yang mampu menjadi pemeran utama perubahan sekaligus menjadi kekuatan yang paling ditakuti oleh rezim penguasa yang korup di belahan dunia mana pun.
Kelahiran suatu gerakan menunjukkan belum adanya pertemuan yang seimbang antara nilai harapan dengan eskalasi kapabilitas pencapaian. Hubungan keduanya akan menentukan seberapa besar dalam menghadirkan suatu gerakan yang massif di tingkat massa. Pada saat derajat harapan massa meninggi, sementara proses pencapaian menuju ke arah nilai harapan rendah, maka terbuka kemungkinan menimbulkan gesekan pada massa. Demikian pula jika kulminasi kapabilitas mengalami kenaikan, sementara nilai harapan realitas massa sudah mengkristal, maka tidak dapat dihindari jika mekanisme kehadiran gerakan massa akan muncul. Dapat dikatakan bahwa fase-fase gerakan merupakan proses reaksi dari pola harmonisasi dalam konstruksi idealitas dan realitas.
Gerakan mahasiswa dalam kancah sejarahnya juga muncul dan tenggelam. Muncul ketika ada momentum dan tenggelam bersamaan dengan hilangnya momentum. Momentum berkorelasi dengan realitas perubahan sosial, yakni perkalian ledakan massa dan kecepatan.
Biasanya, indikator yang selalu digunakan ‘ada’ dan ‘tiadanya’ gerakan mahasiswa adalah aksi pergerakannya. Semakin intens isu yang digulirkan, semakin diakui eksistensinya. Begitu pula sebaliknya. Faktor dominan dalam hal ini adalah keberpihakan media untuk meliputnya dalam siaran berita. Amat jarang aktivitas intelektual gerakan mahasiswa diliput dan diberitakan media sehingga kemudian gerakan mahasiswa seolah hilang dari peredaran wacana publik. Maka, dalam menghadapi berbagai perubahan-perubahan kultural, mahasiswa harus merumuskan kerangka kerja yang sesuai dengan kebutuhan zaman.
Runtuhnya Orde baru membuktikan bahwa kekuatan massa yang dimotori oleh gerakan mahasiswa telah diperhitungkan layaknya sebuah revolusi di Iran dan Philipina. Maka saat itulah gerakan mahasiswa di Indonesia mulai diperhitungkan untuk mengambil peran meneruskan tongkat estafet sejarah perjuangan bangsa.
Friday, April 20, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment